DEMAM TIFOID
Disusun oleh :
1.
Nurul Khomariah (G1B013003)
2.
Artha Claudia
Marpaung (G1B013011)
3.
Lu’lu’ Syarifah (G1B013025)
4.
Yesinta Bella
Savitri (G1B013087)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU
KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
................................................................................................ ........... 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ ........... 3
A.
Latar Belakang
............................................................................ ........... 3
B.
Rumusan Masalah
....................................................................... ........... 3
C.
Tujuan
..................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 5
A.
Riwayat Alamiah
Tifoid ......................................................................... 5
B.
Hubungan Agent,
Host dan Environment ................................... ........... 8
C.
Upaya Pencegahan Penyakit
Tifoid ............................................ ........... 10
BAB III PENUTUP
................................................................................................. 15
A.
Kesimpulan
................................................................................. ........... 15
B.
Saran
........................................................................................... ........... 16
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................... ........... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tifus merupakan penyakit infeksi akut yang termasuk
endemik di Indonesia, yang dapat terjadi pada balita, anak-anak maupun orang
dewasa. Demam Thipoid atau sering disebut dengan tifus ini bukan merupakan
penyakit baru, namun kemunculannya sampai sekarang belum bisa diberantas.
Panyakit ini juga dapat muncul kembali jika penanganannya atau
pengobatannya tidak sampai tuntas.
Kuman salmonella merupakan penyebab penyakit demam
thypoid yang menyerang pada usus, jenisnya yaitu salmonella typhi dan salmonella
paratyphi A, B, C. Salmonella typhi lebih ganas dibandingkan dengan salmonella
paratyphi A, B, C. Salmonella dapat hidup lama di dalam tinja sampah, daging,
telur, makanan yang dikeringkan, bahkan dalam bahan kimia seperti zat pewarna
makanan sekalipun.
Di saat musim hujan, penyakit tifus mulai banyak
menyerang karena bakteri dengan mudah berkembangbiak. Tifus sering terlambat
terdiagnosis karena gejalanya mirip penyakit lain. Ciri-ciri umun gejala tifus
yaitu pusing seperti akan flu, demam disertai nyeri, mual dan lemas, panas,
badan terasa tidak enak dan lemas. Tifus disebabkan oleh infeksi bakteri
Salmonella typhi yang berasal dari makanan atau minuman yang sudah
terkontaminasi bakteri tersebut dari kotoran orang yang sebelumnya terkena
tifus. Karenanya penyakit ini bisa menular, untuk itu bagi orang yang terkena
tifus setelah buang air besar harus mencuci tangan hingga bersih.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
riwayat alamiah penyakit typhus
2. Bagaimana
hubungan host, agent, environment dengan penyakit typhus
3. Bagaimana
pencegahan penyakit typhus
C.
Tujuan
1.
Mengetahui riwayat
alamiah penyakit typhus atau demam tipoid.
2.
Mengetahui hubungan
host, agent dan environment dengan penyakit typhus.
3.
Mengetahui cara
pencegahan penyakit typhus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat
Alamiah Tifoid
Demam Tifoid (Typhus abdominalis,Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu
minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran. Penularan penyakit ini hampir selalu
terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Penyakit tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
Typhosa, basil gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar),
anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia
melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam
pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun
pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70°C maupun oleh antiseptik. Demam tifoidadalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B
atau C (Soedarto, 1996).
1.
Masa Inkubasi dan Klinis Masa
Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7 - 21 hari, walaupun pada
umumnya adalah 10 - 14 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit
tidaklah khas, berupa :
a. Anoreksia
b. Rasa malas
c. Sakit kepala bagian depan
d. Nyeri otot
e. Lidah kotor
f. Gangguan perut ( perut meragam dan
sakit )
2.
Masa laten dan Periode Infeksi
Minggu Pertama ( awal terinfeksi )
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit
itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam
tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºC hingga 40ºC, sakit kepala, pusing,
pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali
permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis
kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih
berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada
penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.Episteksis
dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang.
Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan
gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga.
Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen
disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5
hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita
golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2 - 4 mm,
berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada
bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura
kulit yang difus dapat dijumpai.Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami
distensi.
Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun
pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu
tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi ( demam ). Suhu badan yang
tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.Terjadi perlambatan
relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan
peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan
suhu tubuh.Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita
yang mengalami delirium.Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak
kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,
sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat
terjadi perdarahan.Pembesaran hati dan limpa.Perut kembung dan sering
berbunyi.Gangguan kesadaran.Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika
berkomunikasi dan lain-lain.
Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung - angsur turun dan normal kembali di
akhir minggu.Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila
keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun.
Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus.Sebaliknya jika
keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda
khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi
dan inkontinensia urin.Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan
abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut.Penderita kemudian
mengalami kolaps.Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis
lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus
sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps.Dari nadi yang
teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan.Degenerasi miokardial
toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid
pada minggu ketiga.
Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini
dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
B. Hubungan Host, Agent. Dan Environment
a. Host
Manusia adalah sebagai
reservoir bagi kuman Salmonella thypi.Terjadinya
penularan Salmonella thypi sebagian
besar melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau karier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine.Dapat
juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam
bakterimia kepada bayinya. 18 Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono
(2009) dengan desain case control,
mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit
demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak
jajan diluar dan anak yang mempunyai
kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam
tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum
makan.
a. Faktor Biologis
Biasanya di lihat dari keasaman lambung, daya tahan usus,
bakteri, pengetahuan kurang tentang faktor penyebaran penyakit, karier yang
semakin hari semakin sibuk tanpa memperhatikan kesehatannya, ebiasaan
makan-makanan yang pedas-pedas.
b. Faktor Fisik
Dapat dilihat dari kurangnya berolahraga atau beraktivitas
setiap hari dan jajan sembarangan tanpa memperhatikan kualitas makanan atau
minuman yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kebersihan yang tidak terjaga di
lingkungan sekitar.
c. Faktor Kimiawi
Misalnya dengan pemberian obat pembasmi serangga untuk membasmi lalat sebagai vektor pembawa bakteri Salmonella thypi.
d. Faktor Sosial
Biasanya dilihat dari ekonominya
yang rendah dan gaya hidup yang kurang sehat. Banyak hal yang
bisa dilakukan untuk mencegah tertularnya atau terjangkitnya penyakit tifoid. Hal yang paling mendasar yang harus diperhatikan adalah kebersihan
lingkungan, makanan, serta minuman. Pastikan bahwa piring serta alat-alat lainnya yang kita gunakan makan dan minum bersih
dan dicuci dengan sabun. Begitu pula manusia sebagai penjamu, sudah selayaknya
cuci tangan menggunakan sabun sebelum memasukkan sesuatu kedalam mulut.
b. Agent
Demam
tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella
thypi.Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105
– 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.Semakin besar jumlah Salmonella
thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam
tifoid.
c. Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi
yang dijumpai secara luas di daerah tropis
terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan
standar hygiene dan sanitasi yang
rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah
urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.Berdasarkan
hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo dengan desain case control, mengatakan bahwa higiene
perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8
kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik dan
kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar
terkena penyakit demam tifoid
dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform.
C. Upaya Pencegahan Penyakit Tifoid
a. PRIMER
Adalah upaya
pencegahan yang dilakukan saat proses
penyakit belum mulai (pada periode prepatogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit. Metode ini
dilakukan terhadap seseorang atau kelompok, orang, yang belum mengalami
penyakit.
1). Peran
perawat terkait dengan metode penyakit primer
Melakukan
promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, maupun penyuluhan terhadap bakal suspect.
Pada kesempatan ini perawat memberikan pandangan dan persuasi kepada masyarakat
atau komunitas mengenai cara-cara pencegahan lingkungan maupun kimiawi.
Perawat harus
memaksimalkan upaya ini sebagai langkah awal agar tidak muncul kasus tifoid
pada komunitas perawat juga dapat menekankan mendesaknya pemberian vaksin atau
imunisasi. Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan pada kelompok masyarakat yang rentan penyakit, misalnya masyarakat yang bermukim diperkampungan kumuh, padat penduduk maupun yang
bekerja dan tinggal di gedung atau rumah yang lembab. Metode ini juga sebaiknya
diadakan follow up sebagai upaya
lanjutan untuk mengecek efektifitasnya.
Pencegahan primer dapat juga dilakukan dengan cara
pemberian imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis
vaksin tifoid, yaitu :
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini
tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam
sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui,
demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma.
Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine
(Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12
tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1
ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam,
nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi
demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur
Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3
tahun.Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak
umur 2 tahun.Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik,
orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium
atau mikrobiologi kesehatan.
b. SEKUNDER
Adalah upaya
pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit berlangsung namun belum timbul
tanda atau gejala sakit ( patogenesisi awal) dengan tujuan proses penyakit
tidak berlanjut. Metode ini dilakukan pada kelompok masyarakat yang dicurigai
atau susah mengalami masalah kesehatan agar dapat segera diatasi dengan promp
treatment(penatalaksanaan dan pengobatan yang tepat).
Perawat sebagai
case finder dapat melakukan pemeriksaan awal atau dini terhadap
seseorang atau kelompok orang yang dicurigai suspect tifoid untuk
melakukan diagnosa awal keperawatan
sebelum akhirnya dilakukan pemerikasaan lanjutan atau diagnostik untuk memastikan kondisi pasien sebenarnya. Perawat dapat mengkaji kondisi
pasien dengan cara pemerikasaan fisik dan wawancara. Setelah perawat merasa
cukup yakin seseorang tersebut menunjukan data terjangkit tifoid, maka perawat dapat
menyarankan dilakukannya pemerikasaan penunjang. Adapun wawancara yang bisa
dilakukan meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang adanya nyeri kepala(frontal),
kurang enak perut, nyeri tulang, persendian dan otot, berak-berak muntah. Serta
gejala-gejala yang mulai timbul seperti gejala demam, nyeri tekan perut,
bronchitis, toksisis, letargik, lidah tifus (kotor).
Dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan
mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat, Ada 3 metode untuk mendiagnosis
penyakit demam tifoid, yaitu :
a. Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat,
karena gejala klinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala
yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam
tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari
tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.
b. Diagnosis mikrobiologik atau pembiakan kuman
Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang
paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur
darahnya positif dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah
pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positif menjadi 40%. Meskipun demikian
kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif.
Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin
meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4.
Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita
dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.
c. Diagnosis serologik
1. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara
antigen dan antibody (aglutinin).Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum
penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin
demam tifoid.Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium.Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. Dari ketiga
aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula
kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang
aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan
selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali
lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi
hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
·
Titer O yang tinggi (
> 160) menunjukkan adanya infeksi akut
·
Titer H yang tinggi (
> 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi
·
Titer antibodi yang
tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada karier. Beberapa faktor yang
mempengaruhi uji Widal antara lain :
2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai
dipakai.Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung.Antibodi
yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara
teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji
ELISA yang sering dipakaiuntuk melacak
adanya antigen Salmonella typhidalam spesimen klinis, yaitu double antibody
sandwich ELISA.
c. TERSIER
Adalah
pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode
patogenesis) dengan tujuan mencegah cacat dan
mengembalikan penderita ke status sehat. Sehat yang di maksud bukan berarti
sehat seperti awal mula sebelum sakit, tetapi hanya sebatas mengembalikan
pasien ke kondisi optimalnya. Metode ini dilakukan pada pasien yang sudah
mengalami dampak lanjut dari penyakit ini. Seperti yang telah disinggungkan
sebelumnya, tujuan metode ini adalah untuk pembatasan kecacatan dan rehabilitas
kemampuan.
1. Medikasi
- Klorafenikol. Dosis yang
diberikan adalah 4x 500 mg per hari,dapat diberikan secara oral atau intravena,
sampai 7 hari bebas panas.
- Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari
- Kortimaksazol. Dosis 2 x2 tablet
(1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim)
- Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50 – 150 mg / kg BB, selama 2
minggu
2. Supportive dan
Rehabilitasi
- Berbaring
- Isolasi yang memadai
- Kebutuhan cairan dan kalori yang cukup
- Diet rendah serat dan mudah dicerna
- Menghindari makanan panas dan masam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Demam Tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever)
merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan
yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
Typhosa. Bakteri tersebut memiliki ciri-ciri basil gram negatif, berflagel
(bergerak dengan bulu getar), anaerob,
tidak menghasilkan spora dan memasuki tubuh manusia melalui saluran
pencernaan.
2.
Riwayat alamiah penyakit demam
tipoid diawali dengan masa inkubasi yang dapat berlangsung 7 - 21 hari namun pada umumnya 10-14 hari. Gejala
pada awal penyakit yang terjadi antara lain anoreksia, rasa malas, sakit kepala
bagian depan, nyeri otot, lidah kotor dan gangguan perut. Tahap berikutnya masa
laten dan periode infeksi, minggu pertama ( awal infeksi) terjadi demam
berkepanjangan dan pada akhir minggu pertama diare lebih sering terjadi serta
lidah kotor di bagian tengah, tepi dan ujung berwarna merah dan bergetar. Pada minggu kedua suhu tubuh
penderita terus menerus dalam keadaan tinggi ( demam ). Suhu badan yang tinggi,
dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.Terjadi perlambatan relatif
nadi penderita serta gangguan
kesadaran.Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi. Pada minggu
ketiga suhu
tubuh berangsung - angsur turun dan normal kembali .Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi
atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan
temperatur mulai turun sebaliknya jika keadaan memburuk maka toksemia memberat,
degenerasi
miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita
demam tifoid pada minggu ketiga. Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan.
3.
Faktor – faktor
yang saling berpengaruh dan berhubungan dalam terjadinya penyakit demam tipoid
adalah agent (Salmonella typhosa), host yaitu manusia sebagai
reservoir dan environment yaitu Salmonella
typhosa banyak ditemukan pada lingkungan yang kotor dengan sanitasi yang
kurang baik.
4.
Upaya pencegahan
penyakit demam tipoid dapat dilakukan dengan pencegahan primer (promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, maupun penyuluhan terhadap bakal suspect,
imunisasi dengan vaksin). Sekunder ( pemeriksaan awal
atau dini dan diagnosa awal), dan tersier yaitu dilakukan saat
proses penyakit sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan tujuan mencegah cacat dan mengembalikan penderita ke status sehat dengan
medikasi,supporive dan rehabilitasi (berbaring, kebutuhan
cairan dan kalori yang cukup, diet rendah serat dan mudah dicerna serta
menghindari makanan panas dan masam).
B.
Saran
1.
Dalam kehidupan
sehari-hari sebaiknya selalu menjaga kebersihan baik kebersihan makanan dan
minuman ataupun kebersihan lingkungan atau tempat tinggal kita agar keluarga
dan orang-orang sekitar dapat terhindar dari penularan penyakit seperti demam
tipoid.
2.
Sebelum terjadi
adanya penyakit demam tipoid lebih baik jika melakukan beberapa pencegahan
seperti yang telah disampaikan pada makalah ini.
3.
Pencegahan
sebaiknya dilakukan oleh beberapa pihak yang saling berkaitan dan
mendukung yaitu individu, kelompok, keluarga
maupun petugas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Laksono, Heru.
2009. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Demam Tifoid pada Anak yang Dirawat di RS Kota Bengkulu Tahun
2009. Tesis Program Pasca Sarjana FK-Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.
Lubis, R. 2001. Faktor Resiko Kejadian Demam Tifoid
Penderita yang Dirawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Tesis Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga : Surabaya.
0 comments:
Post a Comment