Thursday, November 13, 2014



DEMAM TIFOID


LOGOUNSOED

Disusun oleh :
1.      Nurul Khomariah                    (G1B013003)
2.      Artha Claudia Marpaung        (G1B013011)
3.      Lu’lu’ Syarifah                        (G1B013025)
4.      Yesinta Bella Savitri               (G1B013087)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................ ........... 2                                                                                             
BAB I  PENDAHULUAN ............................................................................           ........... 3
A.    Latar Belakang ............................................................................ ........... 3
B.     Rumusan Masalah ....................................................................... ........... 3
C.     Tujuan ..................................................................................................... 4
BAB II  PEMBAHASAN .........................................................................................           5
A.    Riwayat Alamiah Tifoid ......................................................................... 5
B.     Hubungan Agent, Host dan Environment ...................................            ........... 8
C.     Upaya Pencegahan Penyakit Tifoid ............................................ ........... 10
BAB III  PENUTUP .................................................................................................            15
A.    Kesimpulan ................................................................................. ........... 15
B.     Saran ........................................................................................... ........... 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................            ........... 17



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tifus merupakan penyakit infeksi akut yang termasuk endemik di Indonesia, yang dapat terjadi pada balita, anak-anak maupun orang dewasa. Demam Thipoid atau sering disebut dengan tifus ini bukan merupakan penyakit baru, namun kemunculannya sampai sekarang belum bisa diberantas. Panyakit ini juga dapat muncul kembali jika penanganannya atau pengobatannya  tidak sampai tuntas.
Kuman salmonella merupakan penyebab penyakit demam thypoid yang menyerang pada usus, jenisnya yaitu salmonella typhi dan salmonella paratyphi A, B, C. Salmonella typhi lebih ganas dibandingkan dengan salmonella paratyphi A, B, C. Salmonella dapat hidup lama di dalam tinja sampah, daging, telur, makanan yang dikeringkan, bahkan dalam bahan kimia seperti zat pewarna makanan sekalipun.
Di saat musim hujan, penyakit tifus mulai banyak menyerang karena bakteri dengan mudah berkembangbiak. Tifus sering terlambat terdiagnosis karena gejalanya mirip penyakit lain. Ciri-ciri umun gejala tifus yaitu pusing seperti akan flu, demam disertai nyeri, mual dan lemas, panas, badan terasa tidak enak dan lemas. Tifus disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi yang berasal dari makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi bakteri tersebut dari kotoran orang yang sebelumnya terkena tifus. Karenanya penyakit ini bisa menular, untuk itu bagi orang yang terkena tifus setelah buang air besar harus mencuci tangan hingga bersih.

B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana riwayat alamiah penyakit typhus
2.    Bagaimana hubungan host, agent, environment dengan penyakit typhus
3.    Bagaimana pencegahan penyakit typhus

C.     Tujuan
1.    Mengetahui riwayat alamiah penyakit typhus atau demam tipoid.
2.    Mengetahui hubungan host, agent dan environment dengan penyakit typhus.
3.    Mengetahui cara pencegahan penyakit typhus.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Riwayat Alamiah Tifoid
Demam Tifoid (Typhus abdominalis,Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Penyakit tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70°C maupun oleh antiseptik. Demam tifoidadalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C (Soedarto, 1996).
1.      Masa Inkubasi dan Klinis Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7 - 21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10 - 14 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
a.       Anoreksia
b.      Rasa malas
c.       Sakit kepala bagian depan     
d.      Nyeri otot
e.       Lidah kotor
f.       Gangguan perut ( perut meragam dan sakit )


2.         Masa laten dan Periode Infeksi
Minggu Pertama ( awal terinfeksi )
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºC hingga 40ºC, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2 - 4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai.Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.

Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama,  suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam  hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi ( demam ). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh.Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium.Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.Pembesaran hati dan limpa.Perut kembung dan sering berbunyi.Gangguan kesadaran.Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung - angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus.Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut.Penderita kemudian mengalami kolaps.Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps.Dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan.Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

B.     Hubungan Host, Agent. Dan Environment
a. Host
                  Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi.Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau karier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine.Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya. 18 Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control, mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan  diluar dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan.
            a. Faktor Biologis
Biasanya di lihat dari keasaman lambung, daya tahan usus, bakteri, pengetahuan kurang tentang faktor penyebaran penyakit, karier yang semakin hari semakin sibuk tanpa memperhatikan kesehatannya, ebiasaan makan-makanan yang pedas-pedas.
            b. Faktor Fisik
Dapat dilihat dari kurangnya berolahraga atau beraktivitas setiap hari dan jajan sembarangan tanpa memperhatikan kualitas makanan atau minuman yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kebersihan yang tidak terjaga di lingkungan sekitar.
            c. Faktor Kimiawi
Misalnya dengan pemberian obat pembasmi serangga untuk membasmi lalat sebagai vektor pembawa bakteri Salmonella thypi.
            d. Faktor Sosial
Biasanya dilihat dari ekonominya yang rendah dan gaya hidup yang kurang sehat. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah tertularnya atau terjangkitnya penyakit tifoid. Hal yang paling mendasar yang harus diperhatikan adalah kebersihan lingkungan, makanan, serta minuman. Pastikan bahwa piring serta alat-alat lainnya yang kita gunakan makan dan minum bersih dan dicuci dengan sabun. Begitu pula manusia sebagai penjamu, sudah selayaknya cuci tangan menggunakan sabun sebelum memasukkan sesuatu kedalam mulut.


b. Agent
            Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi.Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.

c. Environment
      Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis  terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo  dengan desain case control, mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit  demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform.



C.    Upaya Pencegahan Penyakit Tifoid

a.     PRIMER
Adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit belum mulai (pada periode prepatogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit. Metode ini dilakukan terhadap seseorang atau kelompok, orang, yang belum mengalami penyakit.
1). Peran perawat terkait dengan metode penyakit primer
Melakukan promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, maupun penyuluhan terhadap bakal suspect. Pada kesempatan ini perawat memberikan pandangan dan persuasi kepada masyarakat atau komunitas mengenai cara-cara pencegahan lingkungan maupun kimiawi.
Perawat harus memaksimalkan upaya ini sebagai langkah awal agar tidak muncul kasus tifoid pada komunitas perawat juga dapat menekankan mendesaknya pemberian vaksin atau imunisasi. Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan pada kelompok masyarakat yang rentan penyakit, misalnya masyarakat yang bermukim diperkampungan kumuh, padat penduduk maupun yang bekerja dan tinggal di gedung atau rumah yang lembab. Metode ini juga sebaiknya diadakan follow up sebagai upaya lanjutan untuk mengecek efektifitasnya.
Pencegahan primer dapat juga dilakukan dengan cara pemberian imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak   1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun.Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium atau mikrobiologi kesehatan.

b.    SEKUNDER
Adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit berlangsung namun belum timbul tanda atau gejala sakit ( patogenesisi awal) dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut. Metode ini dilakukan pada kelompok masyarakat yang dicurigai atau susah mengalami masalah kesehatan agar dapat segera diatasi dengan promp treatment(penatalaksanaan dan pengobatan yang tepat).
Perawat sebagai case finder dapat melakukan pemeriksaan awal atau dini terhadap seseorang atau kelompok orang yang dicurigai suspect tifoid untuk melakukan diagnosa awal keperawatan sebelum akhirnya dilakukan pemerikasaan lanjutan atau diagnostik untuk memastikan kondisi pasien sebenarnya. Perawat dapat mengkaji kondisi pasien dengan cara pemerikasaan fisik dan wawancara. Setelah perawat merasa cukup yakin seseorang tersebut menunjukan data terjangkit tifoid, maka perawat dapat menyarankan dilakukannya pemerikasaan penunjang. Adapun wawancara yang bisa dilakukan meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang adanya nyeri kepala(frontal), kurang enak perut, nyeri tulang, persendian dan otot, berak-berak muntah. Serta gejala-gejala yang mulai timbul seperti gejala demam, nyeri tekan perut, bronchitis, toksisis, letargik, lidah tifus (kotor).
Dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat, Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
a. Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala klinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.
b. Diagnosis mikrobiologik atau pembiakan kuman
Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positif menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.
c. Diagnosis serologik
 1. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody (aglutinin).Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
·         Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
·         Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi
·         Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada karier. Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :
2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai.Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung.Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakaiuntuk  melacak adanya antigen Salmonella typhidalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.

c.    TERSIER
Adalah pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan tujuan mencegah cacat dan mengembalikan penderita ke status sehat. Sehat yang di maksud bukan berarti sehat seperti awal mula sebelum sakit, tetapi hanya sebatas mengembalikan pasien ke kondisi optimalnya. Metode ini dilakukan pada pasien yang sudah mengalami dampak lanjut dari penyakit ini. Seperti yang telah disinggungkan sebelumnya, tujuan metode ini adalah untuk pembatasan kecacatan dan rehabilitas kemampuan.

1. Medikasi
- Klorafenikol. Dosis yang diberikan adalah 4x 500 mg per hari,dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.
- Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari
- Kortimaksazol. Dosis 2 x2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim)
Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50 – 150 mg / kg BB, selama 2 minggu

2. Supportive dan Rehabilitasi
- Berbaring
- Isolasi yang memadai
- Kebutuhan cairan dan kalori yang cukup
- Diet rendah serat dan mudah dicerna
- Menghindari makanan panas dan masam.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Demam Tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa. Bakteri tersebut memiliki ciri-ciri basil gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob,  tidak menghasilkan spora dan memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan.
2.      Riwayat alamiah penyakit demam tipoid diawali dengan masa inkubasi yang dapat berlangsung  7 - 21 hari namun pada umumnya 10-14 hari. Gejala pada awal penyakit yang terjadi antara lain anoreksia, rasa malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotor dan gangguan perut. Tahap berikutnya masa laten dan periode infeksi, minggu pertama ( awal infeksi) terjadi demam berkepanjangan dan pada akhir minggu pertama diare lebih sering terjadi serta lidah kotor di bagian tengah, tepi dan ujung berwarna merah dan bergetar. Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi ( demam ). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.Terjadi perlambatan relatif nadi penderita serta gangguan kesadaran.Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi. Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsung - angsur turun dan normal kembali .Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun sebaliknya jika keadaan memburuk maka toksemia memberat, degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga. Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan.
3.      Faktor – faktor yang saling berpengaruh dan berhubungan dalam terjadinya penyakit demam tipoid adalah agent (Salmonella typhosa), host yaitu manusia sebagai reservoir dan environment yaitu Salmonella typhosa banyak ditemukan pada lingkungan yang kotor dengan sanitasi yang kurang baik.
4.      Upaya pencegahan penyakit demam tipoid dapat dilakukan dengan pencegahan primer (promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, maupun penyuluhan terhadap bakal suspect, imunisasi dengan vaksin). Sekunder ( pemeriksaan awal atau dini dan diagnosa awal), dan tersier yaitu dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan tujuan mencegah cacat dan mengembalikan penderita ke status sehat dengan medikasi,supporive dan rehabilitasi (berbaring, kebutuhan cairan dan kalori yang cukup, diet rendah serat dan mudah dicerna serta menghindari makanan panas dan masam).
B.     Saran
1.      Dalam kehidupan sehari-hari sebaiknya selalu menjaga kebersihan baik kebersihan makanan dan minuman ataupun kebersihan lingkungan atau tempat tinggal kita agar keluarga dan orang-orang sekitar dapat terhindar dari penularan penyakit seperti demam tipoid.
2.      Sebelum terjadi adanya penyakit demam tipoid lebih baik jika melakukan beberapa pencegahan seperti yang telah disampaikan pada makalah ini.
3.      Pencegahan sebaiknya dilakukan oleh beberapa pihak yang saling berkaitan dan mendukung  yaitu individu, kelompok, keluarga maupun petugas kesehatan.



DAFTAR PUSTAKA
Laksono, Heru. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Tifoid pada Anak yang Dirawat di RS Kota Bengkulu Tahun 2009. Tesis Program Pasca Sarjana FK-Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.
Lubis, R. 2001. Faktor Resiko Kejadian Demam Tifoid Penderita yang Dirawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga : Surabaya.


0 comments:

Post a Comment